Senin, 08 April 2013

KEBAHAGIAAN DAN KESENGSARAAN: JASMANI DAN ROHANI?


Sebagian  agama  mengajarkan  adanya kebahagiaan dan kesengsaraan rohani semata.
Bagi agama-agama itu, kehidupan jasmani adalah kesengsaraan, karena sifatnya yangmembelenggu sukma manusia.Kebahagiaan hanya diperoleh dengan tindakan danperilakumeninggalkan dunia, dalam orientasi hidup yang mengarah ke kehidupan rohani saja. 
Marxisme, tentu saja, mengajarkan tentang adanya kebahagiaan atau kesengsaraan yang  hanya bersifat  jasm
ani, dan  dengan sendirinya, semua itu berlangsung hanya dalam hidup di dunia inisaja. Ateisme  dengan sendirinya mengingkari  kehidupan sesudah mati atau akhirat.Kaum Marxis yang ateis ini mirip dengan gambaran dalam  al-Qur'an tentang golongan manusia pemuja waktu (al-Dahr), yang hanya mempercayai kehidupan duniawi  ini  saja,  dan  kematian  adalah  fase  final  hidup manusia,  bukan  fase  peralihan  seperti diyakini agama-agama (Lihat QS. al-Jatsiyah/45:24).
Islam mengajarkan kebahagiaan  dan kesengsaraan jasmani dan rohani atau  duniawi dan  ukhrawi,  namun  tetap membedakan keduanya. Dalam Islam, seseorang  dianjurkan  mengejar kebahagiaan di akhirat, namun diingatkan agar jangan melupakan nasibnya   dalam   hidup   di    dunia  ini (Lihat QS. al-Qashash/28:77).  Itu berarti memperoleh kebahagiaan akhirat belum tentu dan tidak dengan sendirinya memperoleh kebahagiaan di dunia. Sebaliknya, orang yang mengalami kebahagiaan duniawi belum tentu akan  mendapatkan  kebahagiaan  di  akhirat.  Maka manusia  didorong mengejar kedua bentuk kebahagiaan itu, serta berusaha menghindar dari penderitaan azab lahir dan batin (QS. al-Baqarah/2:200). 
Walaupun begitu, banyak pula dijanjikan kehidupan yang bahagia sekaligus di duniaini dan di akhirat kelak untuk mereka  yang beriman dan berbuat baik. Kehidupan  yang bahagia di dunia menjadi semacam pendahuluan bagi kehidupan yang lebih  bahagia di akhirat. 
“Barangsiapa  berbuat  baik,  dari kalangan pria maupun wanita, dan dia itu beriman maka pastilah akan Kami berikan  kepadanya kehidupan  yang baik (di  dunia),dan  pastilah akan Kami ganjarkan kepada mereka pahala  mereka (di  akhirat), sesuai dengan sebaik-baik  apa  yang  telah  mereka  kerjakan.”  (QS. al-Nahl/16:97). Demikian  itu  masalah  kebahagiaan,  demikian  pula   masalah kesengsaraan.  Orang  yang ingkar kepada kebenaran dan berbuat jahat diancam baginya kesengsaraan  dalam hidup  di dunia  ini sebelum kesengsaraan yang lebih besar kelak di akhirat, Adapun  orang-orang  yang  jahat, maka  tempat  mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak  keluar  dari  sana,  mereka dikembalikan  ke  dalamnya,  sambildikatakan  kepada mereka:
"Sekarang  rasakanlah  azab  neraka  ini,  yang  dahulu  kamu dustakan."Dan  pastilah  Kami  (Tuhan) buat mereka merasakan azab yang lebih ringan (di dunia ini) sebelum azab yang  lebih besar (di akhirat nanti) agar kiranya mereka mau kembali.QS. al-Sajdah/32:20-21)  
Penegasan-penegasan ini  tidak perlu  dipertentangkan  dengan penegasan-penegasanterdahulu  di  atas  bahwa  ada perbedaan antara kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan ukhrawi, dan  bahwa tidak  selamanya mengejar salah satu akan dengan sendirinya menghasilkan yang lain. Tapi memang ada dan  banyak,  perilaku lahir dan  batin manusia  yang  membawa  akibat pada adanya pengalaman kebahagiaan atau kesengsaruan duniawi dan ukhrawi sekaligus. Beberapa nilai akhlak luhur seperti jujur, dapat dipercaya, cinta  kerja  keras, tulus,  berkesungguhan dalam mencapai hasil  kerja  sebaik-baiknya  (itqan),  tepat janji, tabah, hemat, dan  lain-lain  adalah pekerti-pekerti yang dipujikan Allah swt. sebagai ciri-ciri kaum beriman. Ciri tersebut akan membawa  mereka  pada  kebahagiaan  duniawi  dan  ukhrawi sekaligus, dengan kebahagiaan  di  akhirat  yang  jauh lebih besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar