Sebagian agama mengajarkan adanya kebahagiaan dan kesengsaraan rohani semata.
Bagi agama-agama itu, kehidupan jasmani adalah kesengsaraan, karena sifatnya yangmembelenggu sukma manusia.Kebahagiaan hanya diperoleh dengan tindakan danperilakumeninggalkan dunia, dalam orientasi hidup yang mengarah ke kehidupan rohani saja.
Marxisme,
tentu
saja, mengajarkan tentang adanya kebahagiaan atau kesengsaraan yang
hanya
bersifat
jasm
ani, dan dengan sendirinya, semua itu berlangsung hanya dalam hidup di dunia inisaja. Ateisme dengan sendirinya mengingkari kehidupan sesudah mati atau akhirat.Kaum Marxis yang ateis ini mirip dengan gambaran dalam al-Qur'an tentang golongan manusia pemuja waktu (al-Dahr), yang hanya mempercayai kehidupan duniawi ini saja, dan kematian adalah fase final hidup manusia, bukan fase peralihan seperti diyakini agama-agama (Lihat QS. al-Jatsiyah/45:24).
Islam mengajarkan kebahagiaan dan kesengsaraan jasmani dan rohani atau duniawi dan ukhrawi, namun tetap membedakan keduanya. Dalam Islam, seseorang dianjurkan mengejar kebahagiaan di akhirat, namun diingatkan agar jangan melupakan nasibnya dalam hidup di dunia ini (Lihat QS. al-Qashash/28:77). Itu berarti memperoleh kebahagiaan akhirat belum tentu dan tidak dengan sendirinya memperoleh kebahagiaan di dunia. Sebaliknya, orang yang mengalami kebahagiaan duniawi belum tentu akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Maka manusia didorong mengejar kedua bentuk kebahagiaan itu, serta berusaha menghindar dari penderitaan azab lahir dan batin (QS. al-Baqarah/2:200).
Walaupun begitu, banyak pula dijanjikan kehidupan yang bahagia sekaligus di duniaini dan di akhirat kelak untuk mereka yang beriman dan berbuat baik. Kehidupan yang bahagia di dunia menjadi semacam pendahuluan bagi kehidupan yang lebih bahagia di akhirat.
“Barangsiapa berbuat baik, dari kalangan pria maupun wanita, dan dia itu beriman maka pastilah akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia),dan pastilah akan Kami ganjarkan kepada mereka pahala mereka (di akhirat), sesuai dengan sebaik-baik apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-Nahl/16:97). Demikian itu masalah kebahagiaan, demikian pula masalah kesengsaraan. Orang yang ingkar kepada kebenaran dan berbuat jahat diancam baginya kesengsaraan dalam hidup di dunia ini sebelum kesengsaraan yang lebih besar kelak di akhirat, Adapun orang-orang yang jahat, maka tempat mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar dari sana, mereka dikembalikan ke dalamnya, sambildikatakan kepada mereka:
"Sekarang rasakanlah azab neraka ini, yang dahulu kamu dustakan."Dan pastilah Kami (Tuhan) buat mereka merasakan azab yang lebih ringan (di dunia ini) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat nanti) agar kiranya mereka mau kembali.QS. al-Sajdah/32:20-21)
Penegasan-penegasan ini tidak perlu dipertentangkan dengan penegasan-penegasanterdahulu di atas bahwa ada perbedaan antara kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan ukhrawi, dan bahwa tidak selamanya mengejar salah satu akan dengan sendirinya menghasilkan yang lain. Tapi memang ada dan banyak, perilaku lahir dan batin manusia yang membawa akibat pada adanya pengalaman kebahagiaan atau kesengsaruan duniawi dan ukhrawi sekaligus. Beberapa nilai akhlak luhur seperti jujur, dapat dipercaya, cinta kerja keras, tulus, berkesungguhan dalam mencapai hasil kerja sebaik-baiknya (itqan), tepat janji, tabah, hemat, dan lain-lain adalah pekerti-pekerti yang dipujikan Allah swt. sebagai ciri-ciri kaum beriman. Ciri tersebut akan membawa mereka pada kebahagiaan duniawi dan ukhrawi sekaligus, dengan kebahagiaan di akhirat yang jauh lebih besar.